THE
MIRANDA RULES
Tahun 1963, pada salah satu
Negara bagian Amerika Serikat – Arizona, pemuda belasan tahun ditangkap
kepolisian karena diduga telah melakukan tindak pidana penculikan dan
pemerkosaan terhadap seorang wanita berusia 18 Tahun.
Setelah ditangkap, pemuda
belasan tahun yang bernama “ERNESTO MIRANDA” dibawa ke ruang interogasi, dan
dilaksanakan interogasi selama +/- 2 jam, hingga akhirnya karena tidak tahan
Ernesto Miranda menandatangani sebuah pengakuan tertulis dihadapan penyidik
kepolisian yang menyatakan ia telah menculik dan memperkosa wanita dimaksud.
Namun, dalam proses di ruang interogasi ini, ternyata Ernesto Miranda tidak
diberikan hak untuk diam dan hak didampingi pengacara guna mendampinginya dalam
kasus tersebut.
Berdasarkan pengakuan yang
dibuat oleh Ernesto Miranda tersebut, kemudian Ernesto Miranda dihadirkan
diajukan dihadapan persidangan dan pengakuan tertulis tersebut dijadikan
sebagai barang bukti serta berdasarkan barang bukti ini, Ernesto Miranda
kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 20 Tahun.
Setelah vonis yang dijatuhkan
dengan hukuman 20 Tahun penjara ini, Ernesto Miranda dan pengacaranya
mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung Amerika Serikat. Atas eberakan yang
dajukan ini, Mahkamag Agung Amerika Serikat dengan mempertimbangkan 3
kasus-kasus lain yang serupa, menyatakan bahwa pengakuan tertulis Ernesto
Miranda tidak dapat dijadikan sebagai bukti karena tidak diberikannya hak-hak
tersangka dalam dugaan suatu tindak pidana. Namun hal ini tidaklah membebaskan
Ernesto Miranda dari hukuman, hanya sekedar penangguhan hukuman belaka di Tahun
1966.
Kemudian, Penuntut Umum dalam
perkara ini melalui pengakuatn tertulis lain yang didapat dari mantan pacar
Ernesto Miranda yang memberatkan Ernesto Miranda, mengajukan kembali perkara ini
ke persidangan. Ernesto Miranda kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 11
Tahun dan mendapatkan hak bebas bersyarat pada Tahun 1972. Setelah bebas pun,
Ernesto Miranda masih sering ditangkap dan dkembalikan ke penjara untuk
beberapa kali dengan berbagai dugaan tindak pidana.
Tahun 1976, pada usia 34 Tahun,
Ernesto Miranda meningga dunia pada sebuah perkelahian di Bar akibat tikaman
pisau ke tubuhnya. Penyidik kepolisian kemudian menangkap seseorang yang diduga
melakukan penikaman pada Ernesto Miranda tersebut. Namun, orang tersebut
memiliki HAK DIAM dan tidak mau menjawab pertanyaan penyidik kepolisian.
Akhirnya orang tersebut dilepaskan dan hingga saat ini tidak ada satupun orang
yang didakwa melakukan pembunuhan atas Ernesto Miranda.
Sejak pernyataan Mahkamah Agung
Amerika Serikat pada tahun 1966 tersebut yang menyatakan pengakuan Ernesto
Miranda tidak syah, sejak saat itulah hak-hak tersangka mulai diperhatikan
secara serius dan kemudian dikenal dengan istilah MIRANDA RULE’S.
Bahwa dalam konteks Miranda
Rule’s, dikenal adanya Miranda Rigth’s yang terdiri atas :
1. Hak
untuk diam dan menolak menjawab pertanyaan penyidik
2. Hak
untuk menghubungi Penasihat Hukum/Pengacara/Advokat
3. Hak
untuk memilih sendiri Penasihat Hukum/Pengacara/Advokat
4. Hak
untuk disediakan Penasihat Hukum/Pengacara/Advokat apabila Tersangka tidak
mampu membayar sendiri
Namun, bagaimanakah penerapan
di Indonesia? Meski secara peraturan perundang-undangan yang berlaku beberapa
hak dalam Miranda Rule’s telah diatur secara tegas, praktek di lapangan
tidaklah seindah untaian kata-kata dalam perundang-undangan tersebut. Masih
cukup banyak dilakukan pelanggaran terhadap Miranda Rule’s atas dugaan suatu tindak pidana yang dilaksanakan
penyidikan oleh penyidik di Negara ini. Semoga kelak, Miranda Rule’s
benar-benar dapat ditegakkan dan dijalankan serta menjadi pedoman utuh dalam
penyidikan setiap dugaan tindak pidana yang terjadi di Negara ini.
Justitia Voor Iederen.
Untuk informasi lebih lanjut,
anda bias hubungi :
Noor
Aufa, SH (Aufa)
email : aufa.lawyer@gmail.com
www.konsultanhukumindonesia.blogspot.com
www.konsultanhukumindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment